Selamat Malam Pembaca!
Setelah aku bercerita sedikit mengenai perjalananku di Nigeria, aku ingin bercerita kembali sepenggal ceritaku saat aku ada di benua biru Eropa. Berikut ini ceritanya. Selamat menikmati.
Berlebaran di Wisma Indonesia (Gumligen, Bern, Swiss)
Beranjak dari bumi pertiwi di masa bulan puasa adalah momen
yang sangat berat. Bulan Ramadhan pagi kebanyakan orang Indonesia yang memleuk
agama Islam adalah momen dimana semua orang meluangkan banyak waktu
untuk keluarganya selayaknya Natal bagi kaum Nasrani. Namun tugas ini datang tanpa diduga, dan aku harus berpisah
dengan keluarga yang selama sudah lebih dari 2 dasawarsa selalu merayakan lebaran
bersama. Dengan rasa bercampur aduk aku pergi meninggalkan peraduan menuju
garbarata yang mengantarkanku ke Negeri orang di bulan 'kramat' itu.
Di depan KBRI di Kota Bern, Swiss saat menanyakan Perayaan Idul Fitri di Swiss dan sekitarnya |
Foto Bersama Pak Dubes :) di Wisma Indonesia di Gumligen, Bern (+ 30 menit dari Pusat kota Bern) |
Pada saat itu juga aku meletakan harapanku serendah mungkin
baik saat berpuasa dan bagaimana aku merayakan pada akhirnya di bulan Syawal.
Tidak terlintas dalam benaku untuk merayakan secara besar-besaran hari besar
itu di negeri Swiss, negeri di benua biru pertama yang aku singgahi. Apalagi
aku pada saat perayaan hari itu akan tinggal di tempat yang cukup jauh dari pusat kota Bern. (Karena banyak Muslim Center di beberapa kota besar di Swiss salah satuny adalah seperti yang aku ceritakan di posting Sepenggal Cerita Di Benua Biru Part I)
Namun, pada sore itu..., saat aku mulai mengandai Opor ayam,
sambal goreng ati, ketupat, kerupuk udang, pastel, kue nastar dan
kawan-kawannya, aku dan kawanku Markus terlibar dialog yang tak pernah kuduga
sebelumnya.
“Hi Sany! When you will celebrate the end of Ramadhan?” (Mungkin dia lupa namanya)
Aku menjawab “I think tomorrow morning, I’ve already checked
on the internet yesterday and went to KBRI during my free time couple days ago, but I gonna check it twice in the internet to make sure today”
“Ah, Do you have a plan to celebrate that day here?”
Aku butuh waktu sejenak “hmm not really a plan, I think I
just need a moment before work tomorrow to pray in my room and I think that’s
all”
“Do you where the celebration of that day near by this
place?”
“I think in Gumbligen Indonesian House, there would be a
celebration tomorrow?", balasku
Lalu tanpa berfikir panjang ia membalas “How if you join my friend
tommorow? Because tomorrow, he will go to the city and he can drop you in
Gumligen, and then on the way back he can pick you up after the
celebration”
Sejenak aku sempat terkejut, karena aku tidak pernah
sekalipun dalam benakku untuk mendapatkan penawaran mengejutkan itu. Tanpa rasa ragu seperti mendapatkan lotre aku menjawabnya “Ok!”
***
Lalu dengan semangat penuh, berangkatlah aku keesokan harinya jam 6 pagi menuju
Gumligen. Tempat yang sama sekali tidak pernah aku rencanakan untuk aku datangi
sebelumnya. Tidak pernah terlintas sedikitpun di dalam benakku untuk akhirnya
aku merayakan Idul fitri bersama kerabatku dari tanah kelahiranku Indonesia. Tapi apa yang aku alami di luar dugaan. Aku masuk di gerbang Wisma Indonesia yang cukup tinggi
dan dijaga dua security pada hari itu juga.
Para Jamaah bersiap untuk Sholat Ied berjamaah |
Saat Khatib mengumumkan penundaan Sholat Ied karena menunggu rombongan dari Zurich |
Khatib sedang memberikan kultum setelah selesai sholat Ied |
Rumah itu cukup besar namun dan cukup akomdatif menampung
paling tidak 100 – 200 orang. Bagaimana tidak..., rumah ini memliki halaman
belakang rumah yang sangat luas. Dan disanalah dimana kita melaksanakan sholat
Ied dan makan besar setelahnya.
Jajanan Khas Lebaran di atas Taplak Batik |
Prasmanan Setelah Ibada Sholat Ied |
Ambil Dulu ya..., :P |
Saatnya menyantap :) |
Sempat aku berkenalan dengan beberapa tamu juga dari
Malaysia dan Singapura. Senang rasanya berkesempatan untuk menikmati hal yang
jarang dialami oleh setiap orang.
Pelaksanaan Sholat Ied sempat ditunda karena harus menunggu
rombongan dari Zurich. Dan perjalanan ditempuh paling tidak 2-4 jam karena
tergantung dari kondisi kelancaran lalu lintas. Karena Zurich merupakan kota
yang tersibuk di Swiss.
Ibadah terunda sekitar setengah jam karena ternyata
rombongan itu terjebak macet di Zurich. Jangan kira di Eropa juga bisa terjadi
kemacetan. J
Alhamdulillah, Sehabis Sholat Ied dilangsungkan, langsung kita semua
dimanjakan dengan santapa khas nusatara yang siap mengobati rindu akan cita
rasa kampung halaman. Opor ayam, ketupat, sambal goreng ati, kerupuk udang
bersanding dengan jajanan khas lebaran terhampar siap disantap selayaknya pesta kebun. Dan jelas semua
itu membuat angan terbang kembali ke tanah air dan panjatan doa mengumadang
dalam dada mendoakan agar yang di seberang sana baik-baik saja.
"Kadang kalau kita tidak benar-benar tahu apa yang akan terjadi di depan kita maka turunkan harapan atau ambisi kamu ke level '0' (baca:nol), dan tunggu saja kejutan yang akan datang. Kalau itu baik maka bersyukurlah kalau tidak baik maka bersyukurlah"
Monggo untuk berkomentar.., ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar