Minggu, 27 Mei 2018

#Tips2 Hati-hati pada Bias Hak & Kewajiban

Note: media daring = online media

A church in Crete, Greece 2014
Saya akan membahas mengenai hal yang kurang berhubungan dengan media daring namun analoginya sedikit berkorelasi dengan apa yang terjadi di media daring.

Bias antara hak dan kewajiba di negeri semakin kritis. Baik masyarakat ataupun penyedia layanan yang dirasa sudah tidak tahu bagaimana mereka menempatkan diri, mana yang menjadi hak mereka dan mana yang menjadi kewajiban mereka. Hal ini disebabkan karena masyarakat dalam artian umum tidak tau lagi kewajiban mereka. Karena mereka tidak pernah lagi mereka harus menunaikan kewajiban tersebut. Misal bayar pajak tepat waktu. Mereka juga sudah lupa hak mereka mendapatkan pelayanan dan sarana serta prasarana yang menunjang kegaiatan merek sehari-hari. Misal mendapatkan mendapatkan layanan listrik 24 jam setiap harinya.


Betapa tidak? Saya ambil contoh mengenai 'case' pelayanan PDAM Tirta Moedal Semarang yang beberapa hari yang lalu. Pelayanan pengaliran air di Semarang Timur berhenti kurang lebih 1 Bulan. Yang paling dirasakan adalah rumah yang tidak memilli sistem pengairan tenah/ledeng, air tetis, atau sistem pengairan alternatif. Rumah model seperti ini kebayakan ada di lokasi perumnas atau rumah bersubsidi seperti yang saya tinggali dan beberapa tetangga saya di Tlogosari Kulon.

Beberapa dari mereka putus asa dan memilih mengeluarkan uang hingga jutaan hanya untuk membuat sumur ledeng untuk pengairan rumah mereka atau beli air gallon/air isi ulang. Beberapa dari mereka yang kurang beruntung masalah finansial memilih untuk menunggu 'jatah' PDAM setengah hari untuk mengisi bak mandi mereka atau memilih menunggu bantuan tangki PDAM hingga 2- 3 hari setelah hari pemesanan. Misalkan seorang tetangga saya berprofesi sebagai penjual makanan lauk pauk, merek aharus mengeluarkan kocek paling tidak 20,000 rupiah untuk mengisi bak mereka untuk kebutuhan jualan sedangkan tetangga mereka tidak mau membayar lebih karena mereka mengalami kesulitan yang sama. 20,ooo rupiah dikalian beberapa hari air tidak mengalir di wilayah tersebut sudah plus dikurangi dengan biaya cucu-nya dan anaknya sudah efektif untuk menguras semua kocek yang dia milki untuk berjualan. Terlepas dari keahlian manajemen keuangan tetangga saya. "Tapi kerugian seperti ini siapa yang kan menanggung?" Karena kita masih berkewajiban untuk membayar tagihan plus abonemen bulanan.

Setelah sistem pengarian PDAM sudah kembali normal beberapa hari yang lalu, masyarkat juga masih dihantui dengan krisis air lokal yang sewaktu-waktu bisa terjadi dalam kurang waktu dekat ini. Tentunya bencana lokal itu sangat menggangu karena air merupakan kebutuhan primer manusia dari sejak zaman batu hingga zaman modern. Bahkan masyarakat zaman dulu 'dibelain' tinggal dekat sungai, oase, dan mata air hanya untuk mendapatkan akses air.

Setelah kemelut itu, di media daring tidak sedikit orang yang berterima kasih atas kinerja PDAM dalam mengatasi krisis tersebut. Namun tidak sedikit juga yang bersikap 'nyinyir' ala-ala netizen pada umumnya. Namun pernyataan terima kasih atas usaha yang telah diupayakan dalam mengatasi bencana tersebut cukup menarik.

Kenapa Menarik?
Karena kita mengetahui bahwa PDAM adalah badan usaha daerah yang dibentuk secara professional berkewajiban untuk mengatasi permasalahan distribusi air di seluruh penjuru Kota Semarang Semarang. Sedang masayarakat memiliki hak menerima air tersebut dengan kewajiban membayar biaya langganan setiap bulan plus abonemen. Dalam masa krisis PDAM berkewajiban menyelesaikan permasalahan tersebut, masyarakat sebagai pengguna memilki hal atas bertanya dan mendapatkan informasi dari pihak penyedia layanan. PDAM memilki hak atas waktunya dalam penyelesaikan krisis tersebut dengan penanganan lapangan berupa bantuan tangki air walau dirasa belum maksimal. Masyarakat berhak mendapatkan kompensasi berupa kegiatan permintaan maaf dan pelayanan alternatif sehingga kegiatan sehari-hari masyarakat tidak banyak berpengaruh.

Menurut kamu siapa yang seharusnya berterima kasih dalam hal ini? Dan Siapa yang memafkan dan menerima keadaan? Dalam analogi tersebut lebih pas jika PDAM menyampaikan apresiasinya selama ini pada masyarkat yang harus bersabar di masa kritis, serta permintaan maaf sebagai salah satu atributnya.

Lalu apa hubungannya pada media daring?
Analogi kasus yang diatas mengindikasikan bahwa memang hak dan kewajiban kurang ditekankan di tengah masyrakat. Atau dengan kalimat serupa bahwa masyarakat dan peyedia layanan kurang bisa memahami mengenai hak dan kewajiban mereka masing-masing. Sehingga sering banyak pertanyaan yang terlontar di masyrakat bahwa "Lah emang tugas siapa ngurusin beginian?" atau pernyataan "Gimana sih enggak becus ni pemerintah!"

Karena media daring hanyalah potret masyarkat yang dalam tampilan daring. Misalkan seperti kasus penyebar kebencian, HOAX, dan Media Sosial. Karena pengguna tidak tahu apa hak dan kewajiban yang mereka ampu sebagai pengguna media daring dan penyedia layanan juga kurang bisa menjawab semua kebutuhan untuk memberanguskan semua fenomena negatif di media daring. Ibarat pepatah tumbang satu tumbuh seribu ujaran kebencian yang lainnya bahkan ribuan kali lebih banyak dari sebelumnya.

Hak kita sebagai pengguna layanan media daring adalah bebas mengakses dan mengekspresikan apa yang kita rasakan dan kita fikirkan, tapi jangan lupa kita juga punya kewajiban menjaga etika dan membawa serta nilai kemanusiaan di media daring dengan menjaga konten atau informasi yang kita sampaikan melalui media sosial kita. Berbagi hal yang posistif lebih banyak lagi adalah cara ampuh untuk mengangkal posting-posting negatif yang semakin banyak bertebaran di media sosial - media sosial kondang.

Terakahir kata selamat berpuasa dan selamat menuggu berbuka! :)

-Catatan Sany-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar