Kamis, 05 November 2020

Beda Wong Tani, dan ‘Farmers’⁣


2010 hingga akhir tahun 2012 saya berkesempatan melihat banyak daerah di pulau Jawa, dimana sering saya mendengar perkataan “kulo wong tani”. Sedangkan, pada tahun 2013 hingga akhir tahun 2015 saya sempat bertemu dengan orang yang berbeda di benua eropa, yang dengan bangga mengatakan “I’m a farmer”.  Ini sedikit kesan saya, terkait perbedaan dua kalimat dengan arti kata yang sama, namun dengan interpertasi yang berbeda. ⁣

⁣Mereka beragam dalam usia, ada yang muda dan ada yang sudah usia lanjut. Ada yang tinggal di perkotaan, hingga di pedesaan. Ada mereka yang kebutuhannya tercukupi ada juga yang pas-pasan. Namun, mereka memiliki satu persamaan, yaitu mereka menanam tanaman pangan tidak hanya untuk diri mereka sendiri. Ya, mereka adalah seorang Petani.   ⁣

⁣Dengan latar pendidikan yang tidak ada sangkut pautnya dengan wilayah keilmuan tersebut, Saya harus kerja keras untuk belajar memahami serta melakukan beberapa pekerjaan di bidang pertanian, bidang yang banyak tidak diharapkan orang banyak orang di negeriku. Di tengah banyak mahasiswa pertanian perbondong-bondong berkerja di Bank atau Korporasi yang menjanjikan kepastian penghasilan yang lebih menjanjikan. ⁣

⁣Raut muka yang menyiratkan kepasrahan, hingga keputusasaan jelas tergambar ketika mereka mengatakan “kulo wong tani”. Dari corak bahasa, jelas tergambar orang-orang yang banyak saya temui saat itu, adalah mereka dengan latar belakang budaya Jawa atau yang tinggal di Pulau Jawa. Di waktu yang berbeda, saya berkesempatan mendengar serta melihat dengan bangga mereka mengatakan “I’m a farmer”. Dari bahasa yang mereka tuturkan tentunya jelas itu bukan di negeri kita. Mereka dengan profesi primadona, serta iming-iming kualitas hidup yang terjamin, tidak ada gurat kekhawatiran yang tersirat. ⁣

⁣Dua kondisi yang bebeda, namun mereka mengemban tanggung jawab yang sama. Tanggung jawab yang sangat besar karena mereka tidak hanya memberi makan keluarga mereka, juga seluruh masyrakat yang tidak semua mereka kenal. Mereka sama-sama berkorban, namun enggan disebut sebagai pahlawan. Mereka yang berjuang, dengan perbedaan jaminan kualitas hidup yang berbeda. Profesi yang bisa digeluti oleh mereka dengan latar pendidikan  yang berbeda dengan warna-warni pandangan masyarakat terhadap mereka. ⁣

⁣Kondisi ini sepertinya, sepertinya tidak akan cepat berubah. Urban Farmers lebih populer, karena lebih ‘SEO friendly’ di negeri ini daripada kata “Petani” yang sudah terlanjut dicap sebagai profesi ‘orang susah’. Namun, mau anda disebut sebagai ‘Petani’ atau ‘Farmers’ kini tergantung pada anda bagaimana membawa tanggung jawab besar itu. Apakah anda masih ingin terus ada di posisi yang sama, atau ingin bergerak kedepan lebih maju dari sebelumnya. Serta berhenti, meminta kepedulian orang sebelum anda layak itu mendapatkannya.  ⁣

Tidak ada komentar:

Posting Komentar