Rabu, 19 November 2014

Sepenggal Cerita Di Benua Biru (Part IV)

Selamat Malam Pembaca!

Setelah aku bercerita sedikit mengenai perjalananku di Nigeria, aku ingin bercerita kembali sepenggal ceritaku saat aku ada di benua biru Eropa. Berikut ini ceritanya. Selamat menikmati. 

Berlebaran di Wisma Indonesia (Gumligen, Bern, Swiss) 

Beranjak dari bumi pertiwi di masa bulan puasa adalah momen yang sangat berat. Bulan Ramadhan pagi kebanyakan orang Indonesia yang memleuk agama Islam adalah momen dimana semua orang meluangkan banyak waktu untuk keluarganya selayaknya Natal bagi kaum Nasrani. Namun tugas ini datang tanpa diduga, dan aku harus berpisah dengan keluarga yang selama sudah lebih dari 2 dasawarsa selalu merayakan lebaran bersama. Dengan rasa bercampur aduk aku pergi meninggalkan peraduan menuju garbarata yang mengantarkanku ke Negeri orang di bulan 'kramat' itu. 

Di depan KBRI di Kota Bern, Swiss saat menanyakan Perayaan Idul Fitri di Swiss dan sekitarnya

Foto Bersama Pak Dubes :) di Wisma Indonesia di Gumligen, Bern (+ 30 menit dari Pusat kota Bern) 

Pada saat itu juga aku meletakan harapanku serendah mungkin baik saat berpuasa dan bagaimana aku merayakan pada akhirnya di bulan Syawal. Tidak terlintas dalam benaku untuk merayakan secara besar-besaran hari besar itu di negeri Swiss, negeri di benua biru pertama yang aku singgahi. Apalagi aku pada saat perayaan hari itu akan tinggal di tempat yang cukup jauh dari pusat kota Bern. (Karena banyak Muslim Center di beberapa kota besar di Swiss salah satuny adalah seperti yang aku ceritakan di posting Sepenggal Cerita Di Benua Biru Part I)

Namun, pada sore itu..., saat aku mulai mengandai Opor ayam, sambal goreng ati, ketupat, kerupuk udang, pastel, kue nastar dan kawan-kawannya, aku dan kawanku Markus terlibar dialog yang tak pernah kuduga sebelumnya. 

“Hi Sany! When you will celebrate the end of Ramadhan?” (Mungkin dia lupa namanya)

Aku menjawab “I think tomorrow morning, I’ve already checked on the internet yesterday and went to KBRI during my free time couple days ago, but I gonna check it twice in the internet to make sure today”

“Ah, Do you have a plan to celebrate that day here?”

Aku butuh waktu sejenak “hmm not really a plan, I think I just need a moment before work tomorrow to pray in my room and I think that’s all”

“Do you where the celebration of that day near by this place?”

“I think in Gumbligen Indonesian House, there would be a celebration tomorrow?", balasku 

Lalu tanpa berfikir panjang ia membalas “How if you join my friend tommorow? Because tomorrow, he will go to the city and he can drop you in Gumligen, and then on the way back he can pick you up after the celebration”

Sejenak aku sempat terkejut, karena aku tidak pernah sekalipun dalam benakku untuk mendapatkan penawaran mengejutkan itu. Tanpa rasa ragu seperti mendapatkan lotre aku menjawabnya “Ok!”

***

Lalu dengan semangat penuh, berangkatlah aku keesokan harinya jam 6 pagi menuju Gumligen. Tempat yang sama sekali tidak pernah aku rencanakan untuk aku datangi sebelumnya. Tidak pernah terlintas sedikitpun di dalam benakku untuk akhirnya aku merayakan Idul fitri bersama kerabatku dari tanah kelahiranku Indonesia. Tapi apa yang aku alami di luar dugaan. Aku masuk di gerbang Wisma Indonesia yang cukup tinggi dan dijaga dua security pada hari itu juga.

Para Jamaah bersiap untuk Sholat Ied berjamaah 

Saat Khatib mengumumkan penundaan Sholat Ied karena menunggu rombongan dari Zurich

Khatib sedang memberikan kultum setelah selesai sholat Ied
Rumah itu cukup besar namun dan cukup akomdatif menampung paling tidak 100 – 200 orang. Bagaimana tidak..., rumah ini memliki halaman belakang rumah yang sangat luas. Dan disanalah dimana kita melaksanakan sholat Ied dan makan besar setelahnya.

Jajanan Khas Lebaran di atas Taplak Batik

Prasmanan Setelah Ibada Sholat Ied

Ambil Dulu ya..., :P 

Saatnya menyantap :) 


Sempat aku berkenalan dengan beberapa tamu juga dari Malaysia dan Singapura. Senang rasanya berkesempatan untuk menikmati hal yang jarang dialami oleh setiap orang.

Pelaksanaan Sholat Ied sempat ditunda karena harus menunggu rombongan dari Zurich. Dan perjalanan ditempuh paling tidak 2-4 jam karena tergantung dari kondisi kelancaran lalu lintas. Karena Zurich merupakan kota yang tersibuk di Swiss.

Ibadah terunda sekitar setengah jam karena ternyata rombongan itu terjebak macet di Zurich. Jangan kira di Eropa juga bisa terjadi kemacetan. J

Alhamdulillah, Sehabis Sholat Ied dilangsungkan, langsung kita semua dimanjakan dengan santapa khas nusatara yang siap mengobati rindu akan cita rasa kampung halaman. Opor ayam, ketupat, sambal goreng ati, kerupuk udang bersanding dengan jajanan khas lebaran terhampar siap disantap selayaknya pesta kebun. Dan jelas semua itu membuat angan terbang kembali ke tanah air dan panjatan doa mengumadang dalam dada mendoakan agar yang di seberang sana baik-baik saja.

"Kadang kalau kita tidak benar-benar tahu apa yang akan terjadi di depan kita maka turunkan harapan atau ambisi kamu ke level '0' (baca:nol), dan tunggu saja kejutan yang akan datang. Kalau itu baik maka bersyukurlah kalau tidak baik maka bersyukurlah"

Monggo untuk berkomentar.., ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar